Jumat, 01 Juli 2011

Aku

Betapa miskin dan hina hidupku di dunia ini. Namun kemiskinan tak akan mampu membunuh jiwaku. Betapa inginnya aku mengubah hidupku jadi mulia. Tapi harus bagaimana? Haruskah aku hidup bersama angan-angan? Berilah aku petunjukmu, sebab itulah yang mampu mengubah jalan hidupku, membuat diriku seperti bayi yang baru lahir dari rahim ibunda. Ulurkan tanganmu untuk memberi harapan baru bagiku, dan aku akan rela mengabdi padamu seumur hidupku. Jika tak engkau sirami jiwaku dengan air surgamu, betapa sia-sia hidupku ini. Dan tak mungkin ku reguk kebahagiaan. Bagiku engkau seperti tetes embun di padang gersang yang mampu menyegarkan bunga-bunga ditaman. Benih cinta terus bersemi di jiwaku, ia akan terus membuahi hatimu, mempesonamu, dan cinta itu akan terus aku pelihara hingga akhir hidupku.
(13/03/03 19:01)

Format

Tak ada lagi yang kutempuh selain hatimu. Tak ada lagi yang kudaki selain cintamu. Aku akan menentang badai biarpun diriku sengsara. Kutatap jua sang surya walau mataku perih. Tiada lagi bunga, dari saat ini sampai aku membentangkan sutera pelangi untukmu dan aku tanamkan benih sebagai peradaban masa depan. Dalam berjuang dan mempertahankan bukan pekerjaan satu hari, ada masa mempertahankan nyawa. Ada waktu, dada terasa pecah menahan hati yang panas. Wanita bijaksana tak akan menghunus senjata saat emosi membara. Diantara kita tak seorangpun boleh menangis dan tak setitik pun air mata boleh membasahi. Tapi aku pun tak punya bukti yang dapat kuberikan bahwa kita pernah hidup menenun sejarah peradaban. Siapa nanti yang membuktikan bahwa kitalah pemilik peradaban yang lebih tinggi. Aku tak tahu karena itu kendalimu. Marilah kita bersama ke puncak gunung suci untuk semayamkan peradaban itu.
(13/03/03 18:37)